CERPEN "Kau dan Aku" (1849 kata)
Di
tengah heningnya malam, aku duduk di bangku taman sambil melihat ke angkasa
yang dihiasi oleh ribuan cahaya bintang. Dan tiba – tiba, kau datang dengan
ekpresi yang kelihatan lelah.
Kau menyadari kehadiranku dan sempat
berkata sesuatu padaku.
“Apa kau juga sedang melihat
galaksi?” ucapmu sambil melihat kearahku.
Merespon ucapanmu aku langsung
mendekat, dan duduk disebelahmu.
“Hei! Oh, tolonglah jangan berlaku seperti itu. Aku
tak bisa membawamu pulang.” Sahutmu sambil mendorong tubuhku.
Meskipun berkata seperti itu, kau tetap saja membawaku
pulang bersamamu. Kau menyembunyikanku menggunakan kaos pink yang kau kenakan.
Dan setibanya di kamarmu, kau kembali mengajakku bicara.
“Pemilik kos tak mengizinkan memelihara hewan, karena
itu cobalah untuk tetap tenang, oke?” bisikmu sambil memberikan bantal sebagai
tempat tidurku.
Kamarmu terlihat sangat teratur dan bersih, dipenuhi
oleh koleksi buku dan komik yang tertata rapi, dan dihiasi oleh beberapa gambar
motor dan foto pembalap. Aku melihat ada yang cukup aneh pada kamarmu, isinya
lebih seperti kamar laki – laki daripada kamar seorang gadis.
Meskipun begitu, aku percaya kau seorang gadis yang
baik dan aku juga ingin berterima kasih untuk bantal empuk yang kau pinjamkan.
Tapi sepertinya aku lebih memilih untuk tidur disampingmu. Maaf kalau aku
egois, tapi berada di dekatmu terasa sangat hangat dan menenangkan. Dan tanpa
sadar kau pun ikut tertidur bersamaku.
Suara jam wekermu membuatku terbangun, dan karena
kulihat kau sama sekali tak merespon suara alarm yang cukup berisik itu
membuatku memutuskan untuk menjilati wajahmu. Dan berkat jilatanku kau pun
berhasil bangun.
“Uwaah…! Kau membangunkanku.” Katamu sambil
meregangkan badan yang baru saja tidur.
Karena kau belum juga bangun, ku putuskan untuk
kembali menjilati tubuhmu agar kau bisa segera bangun dari tempat tidurmu.
Sambil kembali meregangkan badan, kau pun berkata:
“Iya, iya. Aku tetap akan bangun jadi berhentilah
menjilatiku.” Ujarmu ambil melihat kearah jam weker yang sudah menunjukkan
pukul 06.30.
“Oh tidak, aku terlambat!” sahutmu sambil berlari ke
arah kamar mandi.
Sepertinya kau sedang buru – buru, apa kau akan pergi
ke suatu tempat. Apa kau akan membawaku juga, atau kau akan tetap membiarkanku
tinggal disini. Selesai bersiap – siap, kau mengambil alat tulis – menulis yang
ada di mejamu.
“Aku harus pergi kuliah, tetaplah disini dan jangan
kemana – mana.” Pintamu sambil menarik pintu dan menguncinya dari luar.
Aku ditinggal sendirian lagi, ku harap kau cepat
kembali. Menit demi menit berlalu, samar – samar aku mendengar suara langkah
kaki. Aku bersiap – siap di depan pintu untuk menyambutmu. Aku melompat
kegirangan saat kau pulang, dan kudapati ada seorang perempuan yang tak ku
kenal berada di belakangmu. Dan sepertinya dia adalah teman dekatmu.
“Wow Anna, kau punya seekor anjing didalam kos –
kosanmu. Hebat!” ujar gadis itu.
“Sssstt! Aku susah payah menjaga hal ini dari ibu kos.
Dia akan langsung mengusirku jika dia tau aku memelihara hewan dalam kamar kos.”
Bisikmu sambil mencoba menenangkannya.
“Siapa namanya?” tanya gadis itu.
“Aku belum memberinya nama, lagipula dia disini hanya
tinggal sementara. Dan bila ada yang ingin mengadopsi anjing ini, mereka bisa
langsung mengambilnya.” Jelasmu.
“Setidaknya berilah dia sebuah nama. Bagaimana kalau ‘Buddy’
? ujar temanmu itu.
Kau hanya diam dan menggelengkan kepalamu, tanda tak
setuju dengan nama usulan yang diberikan temanmu itu.
“Uhmmm…, ah aku tau. Bagaimana kalau ‘Lopo’?” ucapmu
sambil mengangkat badanku dan melihat ke salah satu foto pembalap yang ada di
kamarmu.
“ ‘Lopo’ bukankah itu marga seorang pembalap yang kau
idolai?” sambung teman perempuan mu.
Kau tak merespon ucapan temanmu, dan hanya tersenyum
kearahku. Lalu, temanmu itu memberi saran untuk membuat selebaran tentangku. Aku
tau kau seorang mahasiswa jurusan DKV (Design Komunikasi Visual) dan membuat
selebaran atau poster merupakan hal mudah bagimu.
Dalam waktu semalam, aku pun melihatmu mulai mendesign
sebuah poster yang berisikan fotoku. Dan kau tiba – tiba pergi menghilang entah
kemana. Ternyata kau hanya pergi sebentar, dan kulihat kau sudah memperbanyak
poster itu.
Keesokan harinya, seusai kuliah. Kau kembali pulang
bersama temanmu, lalu kau memintanya untuk membantu menempelkan poster – poster
yang sudah kau buat. Aku juga mengikuti dari belakang saat kalian mulai
menempel dan membagikan poster itu. Banyak orang yang menerimanya, tapi hanya
sekedar melihat dan tak peduli dengan isinya.
Selang satu bulan, aku masih tetap disini bersamamu.
Setiap hari aku melihatmu berusaha menulis novel dan menggambar komik.
Sepertinya kau selalu melakukan hal itu, dan setiap kau menyelesaikannya kau
selalu pergi dan membawa karya – karyamu itu.
Aku tak tau kau pergi kemana, tapi setiap kali kau
kembali kau selalu terlihat lesu dan aku juga tak mengerti kenapa kau malah
membuang karya yang sudah susah payah kau buat. Aku mencoba untuk mengajakmu
bermain, tapi sepertinya moodmu
sedang buruk. Meskipun begitu kau tak menghiraukan ku, dan malah memberikan
senyuman sambil mengelus kepalaku.
Kau seorang gadis yang sangat baik dan merupakan
seorang pekerja keras, bagiku kau sangat berbeda dengan yang lain. Kau menjadi
dirimu apa adanya.
Kita pun jadi sering melewati hari – hari bersama. Dan
semenjak saat itu, aku juga tak ingin berpisah denganmu. Tapi di satu hari yang
cerah tiba – tiba ada yang menekan bel pintumu.
“Permisi, apa ini alamat yang tertera di poster ini?”
tanya seorang ibu yang datang.
Setelah sekian lama, akhirnya ada orang yang merespon
poster itu. Aku bisa mendengar pembicaraan kalian berdua dari dalam sini. Dan
tiba – tiba kau kembali ke kamar, dan langsung membawaku keluar.
“Wah, dia lebih lucu dari foto yang ada di poster!”
seru ibu itu.
Kau memberikanku padanya. Aku tak tahu kenapa kau
melakukan itu, tapi jujur saja aku tetap ingin bersamamu. Aku melihatmu semakin
jauh, sambil dibawah ibu ini. Dan kau pun kembali masuk ke kos – kosanmu.
Dan saat tiba di persimpangan, ku lihat kau tiba –
tiba berlari kearah sini seolah sedang menyusulku. Kau berteriak memanggil, dan
saat ibu itu berpaling kau berhasil menyusul kami.
“Maaf, sepertinya aku berubah pikiran.” Katamu sambil
membungkuk.
Ibu itu hanya tersenyum dan mengembalikanku padamu.
Sepertinya dia mengerti perasaanmu, dia seorang ibu yang baik hati. Ibu itu pun
pulang dengan naik taksi. Aku senang kau kembali untukku.
Kini aku benar – benar milikmu seutuhnya. Kemudian kau
pergi keluar entah kemana, dan saat kau kembali kau memberikanku sebuah kalung
bertuliskan ‘Lopo’ namaku. Aku sangat menyukainya, karena itu merupakan benda
pertama yang kau berikan padaku.
Hari – hari berlalu, dan aku ketahuan oleh pemilik
kos. Dia masuk dan berbicara denganmu, sepertinya pembicaraan kalian serius.
Saat itu aku sedang bermain dengan bola tenis yang ada di kamarmu. Dan tiba –
tiba, sang pemilik kos menghampiriku dan mengelus kepalaku. Lalu dia tersenyum
dan berpaling kearahmu.
“Kau bisa memeliharanya. Tapi jangan biarkan penghuni
kos lain tahu, oke?” ujar sang pemilik kos.
Mendengarnya membuat ekspresimu berubah, dan langsung membungkuk
berterima kasih pada sang pemilik kos.
“Suamiku juga sangat menyukai anjing, dan melihat
anjingmu ini mengingatkanku pada anjing peliharaan kami.” Lanjut pemilik kos
sambil berjalan keluar.
Bulan berganti bulan, dan aku sudah tumbuh semakin
besar. Aku juga melihatmu semakin sibuk dengan urusan kuliahmu. Dan di sisi
lain, kau juga sering mencari lowongan kerja yang ada di koran.
Kau pun memutuskan untuk kerja paruh waktu sebagai
kasir sebuah minimarket di siang hari, dan pelayan restoran di malam hari.
Semenjak saat itu, kau selalu membawakan makanan yang lezat untukku. Sepertinya
kau membeli makanan itu dari tempat kerjamu.
Diwaktu luangmu, kau sering melanjutkan cerita dan
komik yang biasa kau buat. Kau juga tak pernah melewatkan acara balapan kesukaanmu
di TV. Dan aku sering diajakmu untuk menonton bersama.
Dimataku kau benar – benar seorang gadis yang unik,
kau punya ciri khas. Dan hal itu membuatku sangat menyukaimu.
Kau merawatku dengan sangat baik. Kau tak pernah lupa
untuk membersihkanku, meskipun sebenarnya aku tak begitu suka jika harus mandi.
Tapi caramu menyisir buluku terasa sangat nyaman.
Tiga kali seminggu, aku sering kau ajak untuk jalan –
jalan di sekitar kompleks, bermain lempar tangkap, atau bahkan sekedar kejar –
kejaran di taman. Itu membuatku senang, karena aku bisa bebas berlari kesana
kemari.
Bagiku kau bukan seorang tuan, kau lebih dari itu. Kau
adalah sahabatku.
Aku melihatmu sebagai orang yang hebat. Meskipun novel
dan komik karya mu seringkali ditolak. Aku tak pernah melihatmu menyerah akan
hobimu. Kau selalu mencoba dan mencoba lagi.
Aku yakin suatu hari nanti, karyamu akan membuatmu
menjadi seorang yang sukses.
Hari – hari berlalu begitu cepat, aku tumbuh semakin
besar atau mungkin lebih tepatnya bisa dibilang semakin tua. Aku selalu
menantikan kepulanganmu setiap hari. Dan pada satu hari yang sejuk, aku mencium
baumu yang semakin dekat. Aku tak sabar ingin bertemu denganmu.
Tanpa sadar aku bergegas keluar dari kos – kosanmu,
dan menunggu di depan pinggir jalan. Saat aku turun dari bus, aku langsung
berlari ke arahmu.
Dan, ternyata dari arah yang berlawanan ada sebuah
mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Ku pikir akan sempat untuk
menghindarinya, tapi mobil itu lebih cepat dari yang ku kira.
Ban mobil itu melindas kedua kaki belakangku, dan
setelahnya aku langsung lari karena ketakutan. Aku bersembunyi di balik pohon
yang ada di taman dekat persimpangan itu. Rasanya sangat perih dan menyakitkan,
aku merasa seperti kakiku telah hancur karena dilindas mobil yang cukup besar
itu.
Dari sini aku bisa mendengar suaramu memanggil namaku.
Sepertinya kau sedang mencariku, dan dalam hitungan menit kau menemukanku di
balik pohon ini. Kau langsung memelukku, dan membawaku ke kamar kosmu. Kau
memberikan pertolongan pertama, dan beberapa kali memijat kakiku.
Lalu kau langsung mengambil handphonemu dan menelpon seseorang.
“Halo, apa ini dokter hewan? Bisakah kau menangani
hewan yang tertabrak mobil?” ujarmu terlihat khawatir.
Setelah menutup telpon, kau langsung meminjam mobil
ibu pemilik kos dan membawaku ke suatu tempat. Perjalanannya tak begitu lama,
meskipun begitu luka di kakiku ini rasanya sangat memilukan, sangat sulit untuk
bisa menahan rasa sakit ini.
Kau membawaku ke klinik hewan terdekat, dan setibanya
di dalam kau langsung menjelaskan kondisiku pada sang dokter.
“Kau bisa melihatnya dengan jelas bahwa lukanya cukup
parah.” Ujar sang dokter.
“Apa lukanya bisa disembuhkan, dok?” ucapmu.
“Sepertinya tulang anjing ini sempat terdorong keluar
dan menyobek kulitnya sendiri. Dan ini membuatnya sulit untuk bergerak.” jelas
sang dokter.
Kau hanya
terdiam, dan dari atas kasur perawatan ini aku bisa melihat matamu mulai
berkaca – kaca. Kau mendekatiku dan mulai mengelus kepalaku.
Sang dokter pun memutuskan untuk merontgen kaki belakangku.
Dan hasilnya, tulang kakiku ada yang patah bahkan hancur. Jika aku memaksakan
untuk berjalan aku hanya melukai diriku sendiri. Itulah yang ku dengar dari
pembicaraanmu dengan sang dokter.
“Aku tahu ini hal yang sulit tapi satu – satunya hal
yang bisa dilakukan saat ini hanyalah menyuntik mati anjing ini.” lanjut sang
dokter.
Perlahan air matamu mulai menetes membasahi pipimu,
dan tiba – tiba kau lari keluar. Sekitar sepuluh menit kau kembali masuk ke
dalam klinik, dan kembali berbicara dengan dokter. Kalian pun datang
menghampiriku.
“Aku sangat menyayangimu Lopo, maafkan aku.” Ucapmu
sambil mengelus kepalaku.
Sepertinya kondisiku memang sudah tidak memungkinkan.
Aku minta maaf karena sudah banyak merepotkanmu. Aku
minta maaf karena sudah menambah masalah dalam kehidupanmu. Aku minta maaf
karena tak bisa menemanimu lebih lama lagi.
Mungkin kau memang tak bisa mengerti ucapanku, tapi
terima kasih sudah mau membawaku ke klinik ini. Terima kasih atas setiap
makanan yang kau beri, terima kasih kasih sudah mau berbagi tempat tidur
denganku, terima kasih sudah mau mengisi waktumu untuk bermain denganku. Dan,
terima kasih karena sudah menjadi sahabatku selama ini.
Satu – satunya yang kupikirkan saat ini, adalah
pertemuanku denganmu di taman beberapa tahun yang lalu. Kita sama – sama sedang
melihat ke angkasa. Itulah hal terakhir yang ku ingat, sebelum jarum suntik
menembus tubuhku.
---------------------TAMAT----------------------
Komentar
Posting Komentar