Pengalaman yang begitu Bermakna
Suatu pagi, di minggu ketiga di bulan
Juli,
Kehidupanku
sebagai seorang siswi SMP dimulai …
“Ma,aku
berangkat dulu ya! Selamat pagi” . Sekolahku berada di Kota Manado sementara
aku tinggal di daerah di Kabupaten Minahasa Utara, karena itu aku harus naik
angkot untuk bisa sampai disana. Aku sekolah di salah satu sekolah swasta di
kota itu. Sebagai siswa baru tentunya harus mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa)
yang diselenggarakan selama 3 hari.
Saat
hari pertama MOS, aku sama sekali belum mempunyai teman karena siswa-siswa baru
lainnya hanya berdiam diri. Sebenarnya aku juga malu, untuk menyapa mereka…,
karena takut mereka akan berpikir aku sok kenal. Jadi aku berpikir untuk
mencari teman setelah MOS. Di hari kedua, diadakan pelatihan PBB untuk para
peserta MOS. Untuk itu, para siswa baru dibagi menjadi kelompok-kelompok yang
beranggotakan 4 siswa yang akan dibimbing oleh seorang kakak dari OSIS. Aku merupakan
orang yang suka menyendiri, dan tidak begitu baik bekerja dalam sebuah
tim/kelompok agak takut jika tak dapat bekerja sama dengan teman-teman satu
timku.
Sebelum
itu, kakak OSIS pembimbing tim kami, meminta untuk memperkenalkan diri dan
mengatakan alasan mengapa memilih SMP ini.
“Perkenalkan,
nama saya Imanuela Joana Lapian. Saya memilih SMP ini karena memiliki kualitas Berbahasa
Inggris yang baik serta sering meraih prestasi dalam bidang Olahraga.” Setelah memperkenalkan diri, kami pun
langsung memulaikan latihan PBB yang sudah dijadwalkan.
Timku
terdiri dari 2 orang siswa, dan 2 orang siswi termasuk aku. Sebenarnya aku
cukup baik dalam PBB karena aku pernah ikut gerak jalan di SD dulu, tapi karena
bertemu dengan orang-orang yang sama sekali belumku kenal tentu saja aku gugup untuk
bekerja sama. Tapi untungnya salah satu teman satu Timku yang bernama Imelda
Dalehade memiliki sifat murah senyum dan ramah yang membuatku merasa tenang
berada satu tim dengannya.
Dihari
ketiga, kembali diadakan pelatihan PBB. Dan akupun menjadi semakin akrab dengan
Imelda, dan aku memintanya untuk memanggilku dengan nama panggilanku yaitu
‘Oan’. Dia agak heran karena nama depanku adalah Imanuela,
“Oan
?? Itu namamu ?” tanya Imelda.
Aku
pun menjelaskan bahwa itu berasal dari nama tengahku yaitu Joana. Dia pun
memintaku untuk memanggilnya ‘Imel’ agar terdengar lebih akrab. Dialah yang
menjadi teman pertamaku di SMP.
Setelah
MOS berakhir, yakni pada hari Kamis diadakan pembagian kelas. Aku duduk dikelas
C. Awalnya aku agak ragu jika bisa bergaul dengan baik dengan teman-teman
sekelasku, tapi ternyata aku sekelas dengan Imel. Bahkan kami duduk
bersebelahan. Setelah cukup lama, teman baruku pun bertambah. Jilly dan Cindy,
merekalah yang lebih dulu menyapaku. Kami sering pulang bersama karena rumah
kami searah. Lalu Bright, siswa yang duduk tepat didepanku yang sifatnya mirip
denganku yang suka menyendiri.
Saat
pemilihan Pengurus Inti Kelas, aku dipilih menjadi Wakil Sekretaris. Sementara
Cindy menjadi Bendahara, Bright menjadi Wakil Ketua Kelas. Hari demi hari, aku
lewati bersama mereka dan mulai memahami sifat mereka. Imel, orangnya humoris
dan juga hebat dalam Olah raga, kudengar bahkan dia seorang atlet Volly. Cindy,
dia siswi yang berasal dari keluarga mampu (Kalangan menengah atas) awalnya
memang dia terlihat sombong tapi jika kita sudah mengenalnya dia merupakan
orang yang ramah bahkan murah hati. Dan Bright, siswa pendiam dan sabar yang
kemampuan otaknya bagaikan ‘Kalkulator’ dia begitu hebat dalam pelajaran
Matematika.
Untuk
saat ini, merekalah teman-teman yang bisa kupercayai bahkan mungkin bisa
kujadikan Sahabat nantinya.
Jika
ada waktu luang, kami selalu mendiskusikan sesuatu yang berhubungan dengan
pelajaran bersama Bright dan Cindy, dan perlahan aku menjadi tidak dekat lagi
dengan Imel …
Setelah
3 bulan, sudah waktunya untuk Ujian Tengah Semester. Aku selalu belajar setiap
malam agar bisa mendapat nilai yang memuaskan. Tak kusangka aku berhasil meraih
peringkat I, dan menurutku itu hanya kebetulan saja. Karena menurutku
kemampuanku dalam bidang akademik biasa-biasa saja. Sementara Bright, di
peringkat II dan Cindy di peringkat III.
Kemudian,
di Ujian Semester Ganjil sekali lagi aku berhasil meraih peringkat I. Karena hal itu, aku termotivasi untuk
mempertahankannya untuk membuat orang tuaku bangga. Karena selama ini, orang
tuaku tidak begitu peduli dengan nilaiku.
Tak
terasa, Ujian Semester Genap sudah didepan mata. Dan aku akan segera menjadi
seorang siswa kelas VIII SMP. Dan sekali lagi, aku berhasil meraih peringkat I
dikelas dan peringkat II dan III juga dipegang oleh orang yang sama yaitu
Bright dan Cindy.
Karena
hal ini, Bright dan Cindy dianggap sebagai rival(Rival=Musuh yang baik) yang
cocok untukku oleh teman-teman sekelasku. Padahal sebenarnya mereka adalah
sahabatku, dan menurutku mereka sama sekali bukan musuhku sekalipun itu dalam
hal baik.
Setelah
ujian semester Liburan
kenaikan kelas pun menanti …
Selama
liburan aku hanya berdiam diri dirumah dan tidak kemana-mana. Dirumah kerjaanku
hanya membantu orang tua, tapi jika ada waktu luang aku menyempatkan untuk
melakukan hobiku.
Aku
suka mengoleksi Anime (animasi Jepang), karena menurutku penokohan, latar, dan
jalan ceritanya sangat menarik dan cocok untuk semua kalangan berbeda dengan kartun yang ceritanya
dikhusukan untuk anak-anak. Selain itu, banyak pesan yang aku terima dari film
animasi Jepang yang aku tonton. Karena sudah kecanduan dengan Anime aku pun
menjadi OTAKU (Pecinta sesuatu yang berbau Jepang). Dan perlahan sifatku yang
pendiam dan pemalu *bahkan mungkin bisa dibilang tidak suka bergaul mulai
hilang. Hari demi hari berlalu, liburan kenaikan kelas pun berkahir dan kini memasuki
Tahun Ajaran baru ..
Sekarang
aku sudah kelas VIII sekaligus menjadi seorang senior di SMP, untungnya
sekolahku memiliki sistem pembagian kelas hanya dilaksanakan satu kali yaitu
saat penerimaan siswa baru. Jadi aku tidak perlu khawatir karena aku tetap berada dikelas C dengan isi siswa-siswi yang
sama seperti kelas VII dulu.
Aku
pun kembali bertemu dengan Cindy,Bright, dan Imel serta teman-teman sekelasku
yang lain. Dan kembali lagi waktunya untuk pemilihan Pengurus Inti Kelas, dan
entah kenapa mereka mencalonkanku menjadi seorang Ketua Kelas dan Bright
sebagai Wakilnya.
“Mereka
berdua cocok, jadi setujui saja Pak!” kata salah satu teman kelasku pada Wali
Kelas kami.
Wali
Kelas kami pun menyetujuinya, karena menganggap aku dan Bright sama-sama
memiliki sifat kepemimpinan dan memiliki kecerdasan yang cukup untuk membimbing
teman-teman sekelasku.
Mau
tidak mau aku harus menerima keputusan itu, karena jika aku menolak artinya aku
sama sekali belum dewasa karena belum bisa menerima sebuah tanggung jawab yang
telah dipercayakan padaku.
Karena
sudah menjadi seorang senior, banyak teman-teman sekelasku terutama yang cowok
yang mulai memperlihatkan sifat buruknya dengan menjadi pembuat onar dikelas.
Seperti tukang bolos, pengacau suasana kelas, siswa yang suka cari masalah
dengan siswa dari kelas lain, bahkan ada yang sudah menjadi perokok, semua
sifat buruk siswa mungkin sudah ada dalam kelas kami. Banyak guru yang mulai
resah untuk mengajar dikelas kami karena keadaannya yang begitu buruk, terlalu
banyak siswa yang bermasalah.
Jika
tidak ada guru, teman-temanku selalu membuat keributan dengan segala cara. Aku
selalu mencoba untuk menegur mereka, tapi mereka hanya mengabaikanku. Karena
mereka selalu mengabaikan teguranku aku pun merubah cara untuk menghentikan
mereka. Dan mulai dari sinilah, sifatku burukku yang tidak diketahui oleh siapapun
keluar.
Sifat
burukku itu adalah …
“Gampang
marah, ringan tangan, kasar, dan suka kelewatan”.
Mungkin
sifatku ini timbul karena, tidak begitu pandai bergaul dan akupun memilih cara
kekerasan untuk menghadapi mereka.
Jika
mereka tidak lagi mendengarkanku aku akan memarahi mereka, memukul *dengan
tangan kosong ataupun dengan benda, atau bahkan melemparkan sesuatu kearah mereka.
Seperti melempar botol, penghapus papan tulis, spidol, dan yang paling parah
mistar besi.
Aku
pernah membuat seragam teman sekelasku yang bernama Judah sobek karena lemparan
mistar besi, itu karena mereka melemparkan seekor cicak kemejaku dan spontan
aku langsung mengambil mistar besi yang ada dimejaku dan melemparkannya kearah
temanku itu.
Bukan
hanya kelasku yang mengetahui sifatku ini, ada beberapa siswa kelas lain yang
mengetahuinya. Dan karena sifatku ini, aku ditakuti oleh teman-teman sekelasku dan
mereka pun memberiku berbagai julukan.
Karena
mereka tau aku suka hal-hal yang berbau Jepang, mereka pun mengambil julukan
untukku dari film atau animasi Jepang.
Seperti
Genji dan Habanero. ‘Genji’ merupakan karakter dari film seri Jepang yang
berjudul “Crow Zero” yang memiliki sifat nakal dan suka tawuran *yaah kira-kira
suka mukulin orang gitu. Sementara ‘Habanero’ merupakan salah satu julukan
milik karakter wanita dari anime Naruto. Sebenarnya Habanero merupakan kerabat
dari Jalapeno (sejenis cabai yang sangat pedas) .Karakter itu diberikan julukan
ini karena jika dia sudah marah, tidak ada yang bisa melawannya. Aku mendapat
julukan ini dari temanku di kelas B yang juga merupakan seorang OTAKU, karena
menurutnya aku memiliki kemiripan sifat dengan karakter ini. Aku tidak apa-apa
dengan semua julukan ini, bahkan mungkin aku menyukainya karena baru pertama
kali aku diberikan julukan seperti ini.
Hari-hari
ku di kelas VIII pun diisi dengan nama baru…
Dan
bukan hanya julukan karena sifat burukku, aku juga mendapat julukan baru yaitu
‘Robot’. Mereka memberikanku julukan itu karena aku selalu berhasil meraih
peringkat I sampai sekarang, mereka berpendapat aku selalu berhasil meraih
peringkat I karena aku sangat cerdas bagaikan robot.
Aku
sangat membenci julukan ‘Robot’ itu, karena aku meraih peringkat I itu dengan
giat belajar bukan karena tingkat kecerdasan yang tinggi. Karena aku suka
kelewatan dan ringan tangan, aku selalu memukul teman yang memanggilku ‘Robot’.
“Aku
itu manusia, bukan robot. Dasar bodoh!” kataku sambil membentak salah satu
teman yang mengejekku.
Lama-kelamaan aku mulai terbiasa dengan ketiga
julukan itu…
Hanya
ada 2 siswa yang tidak pernah memanggilku dengan julukan dan yang bisa meredam
amarahku dikelas. Tentu saja, mereka adalah Bright dan Cindy. Karena mereka
sudah memahami kenapa sikapku seperti ini.
Tak
terasa, sudah hampir 3 tahun aku duduk di bangku SMP. Dikelas IX, aku kembali
bersama-sama dengan teman-teman sekelasku di kelas VII dan VIII. Dan sekali
lagi, aku dipercayakan menjadi Ketua Kelas. Dan wakilnya adalah temanku ‘Rein’.
“Menyusahkan
sih,untuk mengurus para pembuat onar dikelas… Tapi mau bagaimana lagi??
Lagipula aku juga sudah terbiasa dengan siswa-siswi dikelas ini dan aku juga
sudah nyaman dengan keluarga keduaku ini” pikirku.
Tiba
di bulan Januari, bulan pertama di semester terakhirku di SMP …
Sudah
waktunya bagi kami siswa kelas IX untuk mengikuti pengayaan untuk persiapan UAN
(Ujian Akhir Nasional). Dan tak terasa aku akan segera berpisah dengan
teman-temanku dikelas C.
Ada
yang berkata bahwa masa SMP itu masa yang baik untuk pacaran, karena itu banyak
teman sekelasku yang sudah berpacaran. Sayangnya aku tidak sependapat dengan
mereka, karena aku sekolah disini untuk mencari ilmu bukan mencari pacar.
Ternyata
ada beberapa teman cowok yang mulai menyukaiku … Aku menyadarinya dari sikap
mereka padaku yang berubah, yang dulunya sangat takut untuk mendekat karena
sifatku yang emosian dan ringan tangan kini mulai mendalami hobi yang sama agar
punya bahan obrolan denganku.
Jujur
saja aku heran, kenapa mereka bisa menyukaiku.
“Kenapa
mereka menyukai gadis yang galak sepertiku…?? Selera mereka itu buruk sekali”
pikirku.
Aku akan menceritakan sebagian dari mereka …
Mulai
dari ‘Judah’ , dia siswa yang pernah kulemparkan mistar besi sampai seragamnya
sobek. Dia pernah menjadi teman sebangkuku di kelas VIII. Meskipun sebangku,
aku tidak begitu dekat dengannya. Di awal kami menjadi kelas IX aku pernah
mendengar samar-samar dia mengatakan ‘Aku menyukaimu’ , tapi menurutku itu cuma
salah dengar saja. Tapi ternyata, dia memang menyukaiku karena setiap hari dia
mengatakan itu padaku. Tapi aku selalu saja mengabaikannya karena menurutku itu
tidak penting, dan dia hanya bercanda saja.
Hinggat
suatu malam, dia mengirimkan pesan padaku di Facebook … “Malam Oan, aku ingin mengatakan
sesuatu. Tapi tolong jangan marah yah…?”
Lalu
aku berpikir, memangnya dia ingin mengatakan apa. Dan kenapa dia takut jika aku
marah. Dia pun menyatakan perasaannya padaku, tapi aku hanya membacanya saja,
dan langsung mengakhiri percakapan itu.
“Aku
ini jahat sekali yah, mengabaikan orang yang berani menyatakan perasaannya…”
Aku mengutip salah satu kalimat dari Anime yang pernah aku tonton karena itulah
kalimat yang cocok dengan situasi diriku saat ini.
Lalu
‘Geraldy’ , aku juga pernah duduk bersebelahan dengannya di kelas VII. Dia juga
memegang jabatan Bendahara di kelas IX ini dan merupakan teman baik Rein. Aku
juga pernah sesekali memukulnya karena dia suka mengejekku. Awalnya dia itu
siswa yang biasa-biasa saja, tapi saat
naik kekelas IX dia mulai mendalami Anime (animasi Jepang) dan menjadi OTAKU
sepertiku.
Kami
cukup sering membahas tentang Anime bersama. Dan karena itupun kami jadi dekat,
dia juga jadi sering mengikutiku kemanapun aku pergi. Misalnya saat mencari
guru yang terlambat masuk, atau disuruh oleh guru untuk mengambil sesuatu.
Alasannya karena Rein malas untuk melaksanakan tugasnya sebagai Wakil Ketua
Kelas. Aku menganggapnya wajar-wajar saja, karena dia juga merupakan salah satu
Pengurus Inti Kelas kami.
Tapi
yang aku herankan, kenapa dia sangat sering mengikutiku. Padahal aku bisa pergi
sendiri. Lalu suatu malam,dia mengirimkan pesan melalui BBM dalam bahasa
Jepang, yaitu “Watashi wa anata ni aishiteimasu” aku pun menanyakan apa
maksudnya. Karena sama sekali tidak mengerti, akupun mencari arti kalimat itu
yang ternyata adalah “Aku mencintaimu”. Lalu bertanya kenapa dia mengirimkan
pesan seperti itu, lalu dia menjawab kalau itu hanya salah kirim saja.
Lalu
keesokan harinya, dia mengatakan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu. Dan sekali lagi, kalimat yang sama keluar …
“Aku
ingin, mengatakan sesuatu padamu. Tapi jangan marah yah …?” katanya.
Aku
pun langsung mengatahui bahwa dia ingin menyatakan perasaannnya padaku, soalnya
aku pernah menghadapi situasi yang persis seperti ini dengan Judah dulu.
Sejenak aku termenung, dan berpikir
“Apa
aku terlalu jahat pada mereka, sampai-sampai jika mereka ingin menyatakan perasaan
padaku mereka meminta untuk tidak marah”.
Karena
aku berprinsip untuk mementingkan pendidikan, aku pun menolak pernyataan
cintanya. Aku juga berkata padanya, lebih baik jika kita berteman saja.
Lagipula kita memiliki hobby yang sama.
Keesokan
harinya, aku pikir dia akan bersikap berbeda ternyata dia hanya bersikap
biasa-biasa saja. Jadi, aku pun memutuskan untuk bersikap normal seperti tidak
terjadi apa-apa diantara kami berdua.
Tak
terasa sudah bulan April sudah tiba …
Karena
UAN tingkat SMP akan dilaksanakan pada bulan Mei, kami pun sudah harus
memutuskan SMA/SMK mana yang akan kami pilih untuk meneruskan pendidikan.
Aku
sama sekali belum memiliki satupun pilihan, sementara yang lainnya sudah
memiliki berbagai pilihan. Jadi setiap kali ada yang bertanya aku akan memilih
sekolah mana, aku hanya menjawab tidak tahu.
Cindy
dan Geraldy sudah memutuskan untuk masuk di SMA Kristen Eben Heazer Manado, sementara
Imel dan Jilly memilih SMA Negeri 1 Manado, dan Bright akan kembali ke Kota
Sorong untuk sekolah di salah satu sekolah swasta disana dan bertemu dengan
orang tuanya.
Sebenarnya
aku masih belum tahu mau masuk ke SMA mana, tapi karena sudah banyak yang
memiliki sekolah pilihannya masing-masing, aku jawab saja SMA yang pernah kakakku
masuki dulu. Karena bingung,setiap kali ada yang bertanya aku selalu spontan
menjawab jika aku ingin masuk SMA Negeri 1 Manado.
Tiba
di bulan Mei, dan kami akan mengikuti Ujian Akhir Nasional…
UAN diselenggarakan
selama 4 hari, mulai dari hari Senin sampai hari Kamis.
Setiap
ruangan terdiri dari 20 siswa, dan terdiri dari 20 paket yang berbeda.
Kebetulan aku satu ruangan dengan Cindy,Imel,Jilly, dan juga Geraldy. Karena
setiap peserta ujian memiliki paket yang berbeda, setiap kali ujian berakhir
kami selalu mendiskusikan jika ada soal yang mirip.
Puji
Tuhan, kami tidak mengalami kesulitan dalam UAN ini dan berhasil menghadapi
Ujian ini dengan baik.
Setelah
ujian selesai kepala sekolah meminta siswa kelas IX untuk jangan langsung
pulang karena akan ada Doa bersama untuk kelulusan kami. Keesokan
harinya,karena belum tau akan lanjut ke SMA mana aku memutuskan untuk ikut
dengan Melyn,temanku dari kelas D untuk
mendaftar di SMA UNKLAB Airmadidi.
Karena SMA itu memiliki kualitas guru dan lingkungan yang baik.
Lalu,
diakhir bulan Mei aku memutuskan untuk mendaftar bersama dengan Cindy dan Geraldy
di SMA Kristen Eben Heazer Manado dan mengurungkan niatku untuk masuk di SMA
UNKLAB.
Aku
berpikir untuk masuk disitu karena SMA itu memiliki kualitas yang baik dan
memiliki sarana-prasarana yang lengkap, dan lebih baik jika kita bersama dengan
teman yang bisa kita percaya.
Aku
berhasil lulus tes di SMA itu, tapi setelah bernegoisasi dengan bagian
Administrasi ternyata biaya untuk masuk keSMA itu sangat mahal. Aku pun berkata
pada Cindy dan Geraldy bahwa aku batal masuk ke SMA yang sama dengan mereka. Dan
mereka terlihat agak kecewa karenanya.
Aku
tidak kecewa, karena aku tidak begitu ingin masuk kesana. Mama pun menyarankan
untuk masuk ke SMA Negeri 1 Manado. Karena sudah tidak ada pilihan lain, aku
pun setuju. Karena walaupun Sekolah Negeri, SMA ini banyak meraih prestasi
dalam bidang akademik maupun Olahraga, tidak kalah dengan sekolah-sekolah
swasta. Aku pun mendaftar & diterima di SMA Negeri 1 Manado (SMANSA)
Tak
terasa kami sudah tiba di bulan Juni, dan Hari Penamatan pun tiba … 17 Juni 2014, inilah hari terakhir aku
bertemu dengan teman-teman sekelasku sebagai siswa SMP … Kami pun berpisah, dan
kembali sibuk mengurus pendaftaran untuk masuk ke SMA pilihan masing-masing.
Sebenarnya banyak siswa dari SMPku yang diterima di SMANSA jadi aku agak tenang
karena memiliki banyak orang yang kukenal dan tidak garing nantinya jika
menjadi siswa baru.
Hari
demi hari, kulewati dan tiba di bulan Juli di tahun ajaran yang baru …
Aku
kembali menjadi peserta MOS, dan kembali lagi menjadi seorang junior di SMP.
“Padahal rasanya baru saja aku menjadi junior di SMP, sekarang sudah jadi
junior lagi” pikirku.
Di
hari pertama MOS, siswa baru dibagi menjadi 11 kelompok yakni kelompok A-L dan posisi
duduk diatur laki-laki bersebelahan dengan perempuan. Aku berada di kelompok A,
dan disana tak ada seorang pun yang kukenal. Karena hari pertama, tentu saja
tak ada satupun siswa baru yang saling menyapa. Tentunya kecuali para siswa
yang berasal dari SMP yang sama.
Tapi
ternyata ada anak cowok yang nama panggilannya ‘Eja’ yang mulai berkenalan dengan sebagian siswa
baru yang ada di kelompokku. Dia juga berkenalan denganku dan ternyata dia mengenal
Imel, teman SMP ku yang juga memilih SMA ini. Tapi berada di kelompok yang
berbeda.
Di
hari kedua dan ketiga, aku duduk bersebelahan dengan siswa bernama Naftali
Punuh. Kami pun berkenalan dengan siswa-siswi disekitar kami. Salah satunya
adalah Abigael Tumalun, dia sama sepertiku berasal dari SMP swasta.
Aku
selalu pulang bersama teman-teman SMP ku yang bersekolah di SMANSA, karena kami
belum mempunyai teman dekat untuk pulang bersama.
Setelah
MOS diadakan pembagian kelas, karena di tahun ajaran ini diterapkan Kurikulum
2013 siswa kelas X pun sudah bisa memilih jurusan. Dan aku masuk di jurusan MIA
(Matematika Ilmu Alam). Awalnya aku ditempatkan di kelas X MIA 7, dan aku duduk dikelas itu selama 2
hari. Aku sangat senang, karena dikelas ini ada 2 orang teman yang berasal dari
SMP yang sama dengaku dan aku sudah sangat nyaman dengan keadaaan kelas ini.
Tapi,
di minggu keduaku di SMP, aku dipindahkan di kelas X MIA 4, aku sangat tidak
setuju sekaligus kecewa, karena aku sudah memiliki banyak teman di X MIA 7. Ditambah lagi, aku tidak
mengenal siapapun di X MIA 4 selain Abigael siswi yang berkenalan denganku di
MOS dulu. Kami pun saling memanggil dengan nama panggilan masing-masing.
Mau
tidak mau,aku pun harus duduk di kelas X MIA 4 …
Dihari
pertamaku di X MIA 4, aku sama sekali belum mempunyai teman selain Abi. Saat
itu, pelajaran yang akan segera dimulai adalah Bahasa Asing Pilihan, dan aku
memilih Bahasa Jepang. *Tentu saja, aku kan sangat menyukai hal-hal yang berbau
Jepang. Dan karena itu merupakan pertemuan pertama kali, Sensei (Sensei=panggilan
untuk Guru dalam bahasa Jepang) pun meminta untuk memperkenalkan diri
masing-masing. Dari situ, aku mulai mengenal beberapa siswa dikelasku seperti
Jeremy Muntuh dan Joshua Manopo.
Saat
istirahat, Jeremy pun mulai menyapa dan berbincang denganku. Saat itu juga, aku
merasa bahwa Jeremy adalah orang yang bisa kupercaya ditambah lagi dia adalah
Seksi Kerohanian dikelas kami. Hari itu aku duduk dengan bersebelahan dengan
siswi bernama Laura.
Keesokan
harinya, aku duduk di barisan sebelah bersama dengan 2 siswi yaitu Fifin dan
Ela, saat itu aku melihat mereka sedang menggambar sesuatu. Dan gambar yang
mereka buat sangatlah bagus sampai membuatku kagum. Lalu datang lagi, seorang
siswi yang dipindahkan dari kelas lain *nasibnya sama sepertiku* dia bernama
Angel. Karena kursi dikelas kami tak cukup, kami pun memilih untuk duduk
berempat.
Hari
demi hari pun, aku lewati bersama mereka bertiga. Dan perlahan-lahan aku mulai
memahami kepribadian mereka. Ela, orang yang cerdas, sabar, dan sangat setia
dalam bersahabat. Fifin, memiliki bakat menjadi seorang Mangaka(pembuat komik),
ramah, tapi juga memiliki hati yang mudah rapuh. Angel, murah senyum juga murah
hati. Karena mereka bertiga sangat baik, aku pun berusaha untuk tidak membuat
mereka kecewa padaku. Karena membangun sebuah kepercayaan itu sangatlah sulit.
Aku
memutuskan untuk menghilangkan semua sifat burukku saat SMP di SMA. Dan
memiliki prinsip ‘Berbuat baik setiap hari’ , aku juga berpikir untuk membuat
masa SMA ini sebagai masa paling bermakna …
Di
sekolah, aku mengikuti ekskul berupa memasuki 2 organisasi. Yaitu Tim
Evanglisasi dan PMR. Tujuanku memasuki Tim Evanglisasi SMANSA adalah untuk
mengubah hidup dan melayani Tuhan. Karena aku sudah menjadi pribadi yang sangat
buruk dan sangat jauh dari Tuhan saat aku SMP dulu.
Bulan
ketigaku di SMA, aku sudah berteman dengan semua siswa dikelasku meskipun ada
yang tidak begitu akrab denganku. Tapi syukurlah aku bisa memiliki kepercayaan
teman-temanku. Aku juga cukup akrab dengan beberapa anak cowok dikelasku. Bahkan
mungkin ada, yang sangat dekat denganku …
Tanpa
terasa, sudah tiba waktunya untuk Ujian Semester Ganjil, aku memperoleh nilai
yang cukup memuaskan dalam ujian ini.
Tapi
ada satu hal, yang membuatku sedih karena aku akan kehilangan seorang sahabat.
Dia adalah Fifin, dia akan pindah ke Jawa karena urusan pekerjaan ayahnya.
Fifin merupakan orang yang paling dekat denganku dikelas, karena dia
satu-satunya siswi yang memiliki hobi yang sama denganku.
Dia
juga menyukai hal-hal yang berbau Jepang. Dia juga memiliki sifat keIbuan,
dialah yang menjadi sosok Ibu diantara kami berempat.
Daripada
bersedih, aku memutuskan untuk memberikannya hadiah yang kubuat sendiri. Aku
membuatkannya botol harapan, yang berisisi Tanabata(bintang dari kertas) dan
berisi Kirigami(kertas yang dilipat kemudian digunting menjadi sebuah pola)
yang berbentuk bunga Sakura serta menghias botol itu dengan gambar yang pernah
Fifin gambarkan untukku. Aku juga mengisi botol itu dengan harapan agar dia
tidak melupakan aku, Ela, dan Angel.
Diliburan
akhir tahun, aku pergi ke kampung halamanku di daerah Minahasa Selatan. Dan
sekali lagi aku menghabiskan sebagian besar waktuku untuk menonton anime. Saat
itu, aku teringat kata salah satu sensei di sekolah bahwa dia belajar Bahasa
Jepang karena ingin bekerja di Jepang. Saat itu juga timbul dibenakku, untuk
bisa kuliah bahakan berkerja di Negeri Sakura itu.
Tapi
tentu saja, itu membutuhkan sebuah usaha yang sangat besar untuk bisa dicapai …
Pada
Bulan Januari di tahun 2015, semuanya terasa berbeda karena kami kehilangan
seorang sahabat …
Aku,
Ela, dan Angel yang biasanya duduk berempat kini hanya duduk bertiga karena
Fifin sudah pindah ke Jawa. Tapi tak selang lama, sudah ada 4 murid pindahan
yang masuk kekelas kami. Salah satunya bernama Quincy Kumontoy, dia membuat
heboh kelas kami karena wajahnya mirip Prissila BLINK.
Dia
terlihat biasa-biasa saja bagiku. Tapi entah kenapa, Jeremy dan yang lainnya
sangat tidak menyukainya. Katanya sih dia itu murid baru yang tidak tau diri.
Karena penasaran, aku pun menanyakan pada Jeremy tentang murid baru itu. Lalu
Jeremy pun menjelaskan; “Murid baru, tapi tidak tau diri!! Suka menyuruh
padahal hal itu bisa dilakukannya sendiri”.
Karena
Quincy terlihat tertekan, aku dan Angel meminta persetujuan Ela untuk mengisi
kursi yang dulunya tempat Fifin digantikan dengan Quincy. Karena melihat sifat
Quincy yang suka menyuruh aku pun memintanya untuk menghilangkan sifatnya itu.
Perlahan-lahan
sifatnya itu mulai hilang. Dan kami semua mulai terbiasa dengan dirinya yang
suka berisik. Meskipun seringkali dia menjadi orang yang menyebalkan, kami
selalu berusaha sabar untuk menghadapinya.
Melewati
semua masalah dikelas, di hari Valentine kami
siswa yang mengikuti pembekalan Tim Evanglisasi dilantik menjadi anggota Tim
Evalanglisasi. Aku memutuskan untuk mengfokuskan seluruh hidupku pada Tuhan.
Dan
dari situlah aku mulai merasakan kuasa Tuhan yang begitu luar biasa bagi orang
yang percaya kepadanya. “Doa orang
yang benar, bila dengan yakin didoakan,sangat besar kuasanya.” Yakobus 5 : 15b.
Aku sudah membuktikannya melalui masalah
keluarga yang berhasil kulewati.
Magical Wonderland yang kami nantikan …
Dibulan
awal Bulan Mei, aku dan Ela diajak oleh Ketua kelas kami, yang bernama Jill
untuk mengikuti lomba mading di event X-PRESI PARTY yang diselenggarakan oleh
Manado Post dengan tema ‘Magical Wonderland’ .
Ketentuan
dari lomba mading adalah 1 tim terdiri dari 5 orang, dan mading itu harus 3
Dimensi dan bisa bergerak. Tim kami terdiri, Jill, Maria, Ela, aku, dan Putri.
Kami
sudah mendesain mading kami jauh sebelum, event Manado Post ini diumumkan …
Membuat
mading 3 Dimensi dan bisa bergerak tentunya tidak mudah dan membutuhkan dana
yang cukup banyak. Oleh karena itu kami memutuskan untuk mencari dana dengan
menjual snack dan juga makanan.
H-22
sebelum X-PRESI PARTY …
Kami sudah
membeli bahan-bahan yang dibutuhkan, kami juga sudah membeli tripleks yang
nantinya akan digunakan sebagai alas dari mading kami. Tapi yang menjadi
masalah adalah bagaimana kami bisa menggerakan mading kami ini.
Setelah
sekian lama, berdiskusi kami pun memutuskan untuk memutar miniatur-miniatur
dengan menggunakan dinamo. Pengorbanan kami untuk mading ini bisa dibilang
besar karena harus pulang malam dan juga mengambil dispensasi agar bisa pulang
lebih awal untuk melanjutkan pengerjaan mading ini.
Saat
event itu tinggal 3 hari lagi, kami
memutuskan untuk kembali mengambil dispensasi untuk mewawancarai Kepala Sekolah.
Dan berencana untuk menempelkan hasil wawancara itu di mading kami untuk
dijadikan sebagai salah satu artikel. Kami berlima tentunya sangat tegang, karena harus mewawancarai orang nomor 1 di
sekolah, tapi kami bisa menyelesaikan wawancara tanpa melakukan kesalahan.
Di
H-2 kami kembali menghadapi masalah, yakni meja yang akan digunakan. Di rumah
kami berlima, tak ada satupun meja yang cocok untuk mading ini. Kami pun
memutuskan untuk melanjutkan pengerjaan isi dari mading kami.
H-1,
hari terakhir bagi kami, dan kami masih belum menemukan meja yang cocok. Lalu
salah satu kerabat Jill menyarankan untuk menggunakan rangka besi yang dimodifikasi
agar bisa pas untuk dijadikan meja.
Setelah
meja itu selesai dimodifikasi, Ibu dari Jill tidak menyetujui untuk menggunakan
meja itu karena terlalu berat. Tapi karena tidak ada pilihan lain, kami pun
tetap harus menggunakan meja itu.
Kami
tak henti-hentinya berdoa, demi kesuksesan kami di lomba mading ini …
Tiba
di Hari-H, sekitar pukul 9 pagi aku, Ela, Putri, dan Maria baru saja sampai
dilokasi tepat dimana event itu diselenggarakan sementara Jill sudah tiba
daritadi menggunakan mobil Ambulance beserta mading yang ada didalamnya. Tapi
saat barang-barangnya diturunkan, Jill mengatakan bahwa mejanya sudah diganti.
Sangat
jelas terlihat bahwa meja itu, tidak mampu menopang mading kami. Jill dan Putri
pun langsung mencari cara untuk mengambil meja dari rangka besi yang ada
dirumah Jill. Perjuangan mereka untuk mengambil meja itu sangat luar biasa,
mulai dari mencari kendaraan yang bisa dicarter sampai di daerah Karombasan.
Mereka mendapat kendaraan berupa mobil ST-20 *bisa dibilang agak memalukan jika
naik disitu* ditambah lagi rumah Jill yang berada di daerah agak tinggi yang
membuat mereka berdua harus naik-turun tangga untuk mengambil meja besi yang
berat itu.
Mereka
juga harus menahan malu, membawa meja itu kelokasi event yakni Mantos yang sudah dipenuhi siswa-siswi dari SMP dan SMA
se SULUT.
Sebelum
pengerjaan kami memutuskan untuk berdoa berantai agar Tuhan bisa menyertai kami
dalam lomba ini.
Banyak
pengunjung yang tertarik dengan mading kami, dan pada pukul 7 malam tiba
waktunya untuk penilaian. Terlihat jelas bahwa juri *Ibu Pengurus Umum Tata
Letak Kota* tidak begitu menyukai mading kami karena bangunan yang begitu
banyak dan pohon yang hanya ada sedikit. Kami
Kami
sudah mencoba untuk ikhlas jika kami tidak menang …
Dan
saat pengumuman, yang meraih juara I lomba mading adalah Tim Y-GEN yang juga
berasal dari SMANSA sama seperti kami.
“Sakit
sih pasti, tapi setidaknya kami sudah berusaha” itulah yang kami pikirkan.
Jujur
kami sangat kecewa, karena kami sudah melakukan begitu banyak pengorbanan agar
bisa masuk 3 besar dilomba ini. Salah satu temanku berkata, mungkin karena kami
terlalu berusaha dan tidak menyeimbangkan usahackami dengan doa. Mungkin inilah
pelajaran yang kami dapatkan …
“Tidak
mungkin dua batang lidi bisa menyapu daun yang begitu banyak”
Meskpun
tidak menang, aku sangat ingin mencobanya lagi dan lagi sampai Tim kami menang.
Untuk
saat ini, itulah pengalaman yang sangat bermakna bagiku.
Mungkin suatu saat
nanti aku akan memiliki pengalaman yang lebih mengesankan dan lebih bermakna
lagi di tempat yang berbeda …
Komentar
Posting Komentar